Stop Diskriminasi, Temukan dan Obati Penderita Tuberkulosis Sampai Sembuh

Stop Diskriminasi, Temukan dan Obati Penderita Tuberkulosis Sampai Sembuh

Penderita Tuberkulosis (TBC) sering kali mendapat perlakuan tidak menyenangkan atau diskriminasi. Mereka sering kali mendapatkan cap buruk (stigma) dari masyarakat, seperti penyakit kutukan, penyakit keturunan, tidak bisa diobati, dan lainnya. Bahkan ada yang dijauhi atau dikucilkan. Banyak hal yang menyebabkan penderita TBC mendapatkan diskriminasi, antara lain disebabkan oleh:

  1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fakta penyakit TBC, seperti cara penularannya, kemungkinan penyembuhannya, dan efektivitas pengobatannya. Hal ini dapat memicu ketakutan dan stigma yang tidak berdasar.
  2. Kepercayaan yang salah atau mitos tentang TBC masih beredar di masyarakat, seperti TBC penyakit keturunan, TBC hanya menyerang orang yang miskin dan kotor, TBC penyakit yang memalukan, TBC hanya menyerang paru-paru, orang yang terkena TBC pasti sakit, TBC tidak bisa disembuhkan, dan pasien TBC harus dijauhkan. Kepercayaan terhadap mitos ini akan memperkuat stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC.
  3. Pengalaman negatif terhadap penderita TBC, seperti anggota keluarga atau teman yang meninggal karena TBC. Pengalaman ini juga dapat membuat mereka takut dan menjauhi penderita TBC lainnya.
  4. Dampak sosial dari TBC yang dapat menyebabkan batuk kronis dan kelelahan, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan interaksi sosial. Hal ini juga dapat membuat penderita TBC merasa terisolasi dan didiskriminasi.
  5. Kurangnya dukungan yang mereka butuhkan dari keluarga, teman, dan komunitasnya, sehingga memperparah perasaan terisolasi dan didiskriminasi.

Diskriminasi bukanlah perbuatan yang dapat dibenarkan, karena setiap orang berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan bermartabat, terlepas dari ras, etnis, agama, jenis kelamin, atau identitas lainnya. Diskriminasi dapat membuat orang merasa malu, karena diskriminasi sering kali didasarkan pada prasangka dan stereotip/anggapan negatif tentang seseorang atau suatu kelompok orang. Ketika seseorang didiskriminasi, mereka mungkin merasa ditolak, dihina, dan tidak dihargai. Hal ini dapat membuat mereka merasa malu dengan diri mereka sendiri dan identitas mereka. Perasaan malu yang diakibatkan oleh diskriminasi dapat memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan seseorang.

 

Dampak negatif diskriminasi terhadap penderita Tuberkulosis (TBC)

Diskriminasi terhadap penderita TBC dapat berdampak negatif yang signifikan pada kehidupan mereka dan sangat boleh jadi akan melakukan hal-hal berikut:

  1. Menarik diri dari interaksi sosial dan menunda pengobatan karena takut didiskriminasi, sehingga dengan menunda pengobatan akan dapat memperparah penyakit mereka dan meningkatkan risiko penularan kepada orang lain serta kematian bagi penderitanya.
  2. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan, dapat menyebabkan resistensi obat dan membuat penyakit lebih sulit diobati. Hal ini akibat dari penderita TBC mengubah perilaku mereka agar tidak dikira sakit dan tidak didiskriminasi.
  3. Mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau masalah kesehatan mental lainnya akibat dari stres dan trauma diskriminasi.
  4. Menghindari situasi tertentu dan kesulitan keuangan, terutama situasi di mana mereka merasa berisiko didiskriminasi, seperti melamar pekerjaan atau menghadiri acara publik. Terkadang juga kehilangan pekerjaan atau mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.

 

Penyakit TBC dapat diobati dan disembuhkan

Banyak fakta bahwa penderita TBC dengan pengobatan yang benar dan tepat, sebagian besar dapat sembuh total. Mengapa hanya sebagian besar? Ini dikarenakan sebagian lainnya ada yang mengalami resisten obat, sehingga orang tersebut tidak bisa diobati dengan obat standar. Untuk itu, upaya pengobatan TBC yang benar dan tepat harus terus digalakkan. Pengobatan yang benar dan tepat harus menggunakan obat yang sesuai dengan pedoman pengobatan TBC dan dalam waktu yang ditentukan. Biasanya pengobatan hingga sembuh memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Namun, dalam kondisi tertentu (resisten obat atau ada masalah lain), pengobatan akan menjadi lebih lama. Maka, kunci keberhasilan pengobatan TBC adalah disiplin dalam minum obat. Upaya pengobatan ini dimulai dari skrining TBC, terutama pada kelompok Masyarakat berisiko, seperti sering kontak dengan penderita TBC, penderita HIV/AIDS, penderita kencing manis, balita stunting dan lain-lain. Bagi orang yang sering kontak dengan penderita TBC, tetapi dari hasil skrining dan pemeriksaan lanjutan tidak mempunyai gejala TBC harus diberikan terapi pencegahan TBC (TPT).

 

Mengatasi stigma/diskriminasi terhadap penderita TBC

Upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC akan membantu mereka mendapatkan pengobatan dan menjadi penyemangat bagi mereka untuk berobat, hidup sehat dan produktif. Upaya tersebut harus dilakukan dengan cara bekerja sama atau kolaborasi berbagai pihak dan lintas sektor, termasuk individu, komunitas, dan pemerintah, karena tanpa kerja sama yang baik, maka tidak akan bisa mencapai hasil yang optimal. Untuk itu, upaya mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC adalah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dengan melakukan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) dan sosialisasi tentang fakta-fakta TBC, seperti cara penularannya, kemungkinan penyembuhannya, dan efektivitas pengobatannya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti seminar, workshop, penyuluhan langsung, brosur dan media sosial. Di samping itu, perlu pelibatan komunitas, baik komunitas peduli kesehatan maupun komunitas penyintas TBC dalam KIE dan sosialisasi TBC serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat juga perlu didukung oleh media massa dalam menyebarkan informasi yang benar tentang TBC dan melawan stigma, karena media massa dapat menjangkau masyarakat yang luas.
  2. Membongkar mitos terhadap TBC dengan meluruskan kepercayaan yang salah tentang TBC dan membantu masyarakat memahami bahwa TBC bukanlah penyakit yang memalukan. Dalam membongkar mitos terhadap TBC perlu dilakukan identifikasi terhadap mitos dan kepercayaan yang salah tentang TBC yang beredar di masyarakat. Selanjutnya melakukan klarifikasi terhadap mitos dan kepercayaan yang salah tentang TBC tersebut dengan memberikan informasi yang benar. Caranya menggunakan contoh nyata dari penderita TBC yang berhasil sembuh untuk menunjukkan bahwa TBC bukanlah penyakit yang memalukan dan dapat diobati hingga sembuh.
  3. Menjadi teladan dengan memperlakukan semua orang secara hormat dan bermartabat serta berbagi pengalaman positif dengan penderita TBC untuk membantu masyarakat melihat bahwa mereka adalah orang-orang biasa yang layak mendapatkan rasa hormat dan dukungan tanpa membedakan latar belakang dan identitas. Hindari penggunaan bahasa yang diskriminatif. Usaha menjadi teladan juga bisa dengan berbagi cerita positif tentang penderita TBC yang berhasil sembuh untuk melawan stigma dan menjadi agen perubahan serta mendorong orang lain untuk melawan stigma terhadap penderita TBC.
  4. Menciptakan lingkungan yang mendukung penderita TBC dan menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi mereka serta solidaritas kepada penderita TBC yang didiskriminasi. Bentuk dukungan yang diberikan adalah dengan dukungan emosional kepada penderita TBC dan membantu mereka untuk mengatasi stigma dan diskriminasi. Kemudian melindungi hak-hak penderita TBC, seperti hak untuk mendapatkan pengobatan, pendidikan, dan pekerjaan. Dukungan lainnya dengan mempromosikan inklusi sosial bagi penderita TBC dan membantu mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat.
  5. Mendorong kebijakan yang mempromosikan kesetaraan, nondiskriminasi dan mendukung penderita TBC serta melaporkan insiden diskriminasi ke pihak yang berwenang, mendorong pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk program komunikasi, informasi dan edukasi TBC, serta untuk mendukung penderita TBC. Upaya tersebut dengan melibatkan berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan TBC, termasuk penderita TBC, komunitas, dan organisasi non-pemerintah.

Dengan melakukan upaya-upaya di atas, diharapkan stigma terhadap penderita TBC dapat diatasi dan mereka dapat hidup sehat dan sejahtera. Temukan penderita TBC, obati sampai sembuh. Eliminasi TBC 2030, bisa!

Sumber : (www.ayosehat.kemkes.go.id)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0